Rabu, 25 Juni 2014

CINTA YANG SANGAT MENDALAM

Cerita sedih, wanita, menangis, nyata

”Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus”

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!.

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Itulah Cerita Nyata Yang sangat Sedih dan Mengharukan,
Semoga peristiwa ini bisa membuat kita belajar bersyukur dengan apa yang kita miliki,sebab :
Apa yang kita harapkan belum tentu kita dapatkan dan
apa yang kita dapatkan belum tentu itu yang kita harapkan ,
Tapi Percayalah Tuhan pasti memberikan Kita yang terbaik
(untuk/menurut kita dan untuk/menurut orang-orang yg kita cintai)
Bagikan Juga Artikel ini ke teman Anda

Senin, 19 Mei 2014

AKHIR PERJANJIAN DENGAN SILUMAN ULAR




Kisah ini diadaptasi dari sebuah kejadian mistis di kawasan Bandung Selatan. Pelaku peristiwa lolos dari perjanjian gaib dengan siluman ular. Namun, apa yang terjadi selanjutnya....

Kehidupan Karta sekarang amat kontras jika dibandingkan dengan 14 tahun silam. Dia kini tergolong orang yang sukses secara materi. Buktinya, rumah mentereng, penggilingan gabah, toko kelontong plus kendaraan roda empat ada dalam genggemannya. Padahal, dulunya Karta hanyalah sosok yang dikenal sebagai penjual arang keliling. Hampir tia[ hari di berkeliling kampung dengan arang arang yang dipikulnya.
Kini, Karta sudah jadi jutawan. Namun, ada sesuatu yang janggal dalam kehidupan kesehariannya. Karta yang hidup berkecukupan ini sama sekali tak memiliki anak.
Bukan berarti Karta atau isterinya mandul. Anak lelakinya yang semata wayang telah mati mendadak dalam usia remaja, 15 tahun silam. Sedangkan 7 anak dari ketiga bini mudanya pun meninggal tatkala masih balita.
Kini, Karta yang telah berusia kepala 5 hidup serumah dengan isteri tuanya bernama Suminah. Sementara itu, ketiga isteri mudanya, satu persatu, setiap tahun meninggal dunia tanpa suatu sebab sakit lebih dahulu.
Melihat penampilan keseharian Karta dan Suminah yang kaya raya itu amat bersahaja, bahkan sedikit agak jorok. Pakaian yang dikenakannya amat lusuh dan jarang salin. Bahkan, menu makanan mereka tak sebanding dengan jumlah kekayaan yang mereka miliki.
Kenyataan yang dialami dan dijalani oleh suami isteri Karta yang seakan serba minim selalu menimbulkan pertanyaan. Apakah hal ini lumrah atau tidak bagi mereka yang hidup kaya? Entahlah! Yang pasti, kenyataan hidup Karta memang telah menimbulkan banyak kecurigaan, terutama di mata orang-orang sekampungnya.
Hari itu, Karta yang hanya tamat SD terlihat murung dan gelisah, seakan ada beban berat yang bergayut dalam pikirannya. Sementara itu isterinya, Suminah, terlihat biasa saja.
Menyaksikan suaminya berperangai begitu, Suminah jadi iba. "Kenapa akhir-akhir ini Akang kelihatan murung?" tanya isterinya, menyelidik. "Gerangan apa yang sedang bergayut dalam pikiranmu?"
Yang ditanya langsung menatap Suminah seraya mengusap mukanya dengan kedua jari tangan yang yang sudah mulai keriput. Lantas dia berujar, "Aku amat gelisah, sebab tiga minggu lagi aku harus mempersembahkan tumbal. Akang kuatir bila tumbal tak di dapat, tentu di antara kita harus menjadi gantinya."
"Tahun kemarin aku sudah menyuruh agar Akang kawin lagi. Kalau bini muda Akang peranakannya subur, tentu sangat membantu, sebab anaknya dapat dijadikan wadal. Ya, paling tidak seperti 7 bayi yang keluar dari rahim Karti, Sumini, dan Romlah dulu. Kalau waktunya mendesak isteri muda Akang itu yang akan kita persembahkan," papar Suminah.
Karta hanya diam membisu. Tatap matanya yang kosong memandang lurus ke depan.
Apa yang dirisaukan keduanya memang tertuju pada perjanjian yang pernah mereka ikrarkan. Ya, keduanya telah bersekutu dengan siluman ular, lelembut pemberi kekayaan penghuni hutan Tegal Ageung.
Sejak 15 tahun lalu, Karta dan Suminah sesungguhnya telah berkolaborasi dengan setan. Akibat nafsu dunia terhadap harta, dan tak tahan menjalani hidup yang selalu ditempa kemelaratan, mereka telah menempuh jalan sesat itu. Tentu saja efek dari perbuatan itu sangat besar, dosa-dosa yang harus dipikul keduanya amat banyak, tak sebanding dengan harta yang dinikmati selama ini. Tambahan pula, perjanjian itu tak dapat disudahi dengan begitu saja.
Agaknya, hati kecil Karta dan Suminah mulai tergugah. Mereka mulai berangsur menyadari kekeliruan yang telah mereka lakukan selama ini. Dosa-dosa itu begitu jelas terbayang di hadapan mereka. Tambahan pula, keduanya kadang dibayangi wajah-wajah orang yang telah diwadalkan, seolah mereka ingin menuntut balas terhadap kebiadaban itu.
Mereka pun kian risah ketika menyadari kalau para tetangganya telah mencium perilaku menyimpang yang telah mereka lakukan.
Dugaan itu benar adanya. Gunjingan dan cemohan para tetangga mulai merebak. Tabir pemujaan Pesugihan Blorong itu telah terendus penduduk sekitar.
Imbasnya, Karta dan Suminah seolah terkecilkan. Buktinya, penggilingan gabah dan toko kelontong milik mereka mulai djauhi konsumen. Ini terjadi lantaran penduduk takut dijadikan wadal.
Meski sepi konsumen, harta Karta sesungguhnya tetap bertambah. Ini terjadi karena tiap malam Selasa dan Jum'at siluman ular itu selalu memberi banyak uang kepeda mereka.
Biasanya, setelah siluman ular melakukan persetubuhan dengan Karta, maka makhluk halus yang telah berubah wujud menjadi wanita jelita itu selalu meninggalkan sejumlah uang di atas seprei tempat keduanya bersetubuh.
Seperti malam Selasa Pahing itu, sejak petang Karta telah menyiapkan sesaji dalam kamar khusus. Asap dupa mulai mengepul hingga menyelimuti seluruh ruang kamar.
Karta duduk bersila menghadap sesaji sambil mulutnya berkomat-kamit melafalkan mantera pemanggil iblis. Cukup lama Karta bersemedi, peluhnya mulai membanjir dan tubuh Karta seolah meliuk-liuk mengikuti irama mantera yang dia gumamkan.
Sekira pukul 23.30 WIB, tubuh Karta beringsut ke atas pembaringan. Sementara itu, suasana alam di luar rumahnya kian mencekam. Suara kepak sayap kelelawar bagai membuka tabir akan datangnya makhluk dari alam lain.
Gonggongan anjing dari kejauhan bunyinya seolah jelas berada dekat telinga Karta. Semilir angin pun kian bertambah kencang menjadikan suasana menakutkan. Pantas bila dalam suasana seperti itu penduduk sekitar emoh berada di luar rumah.
Bunyi satwa liar seolah menyerbu rumah Karta, ditambah angin kencang tertuju ke rumah pemuja pesugihan ini. Dari arah belakang rumah Karta, sekonyong-konyong menyeruak seekor ular yang lumayan besarnya.
Ular ini tubuhnya menggelosor menuju pintu depan rumah. Anehnya, pintu itu langsung terbuka dan tertutup rapat kembali dengan sendirinya. Lalu ular itu menerobos masuk ke kamar yang sedang ditempati Karta untuk melakukan ritual.
Karta yang sejak tadi menunggu siluman ular itu langsung menyambut kedatangannya. Siluman ular yang dalam penglihatan Karta seperti sosok seorang puteri berparas jelita itu langsung mengajak lelaki berkumis ini bersetubuh.
Permainan terlarang yang dilakukan oleh kedua jenis makhluk berlainan alam itu berlangsung penuh gelora. Hingga pukul 03.00 WIB dini hari mereka meliuk dalam tarian setan. Tubuh Karta pun jadi loyo sebab tenaganya terkuras, akibatnya dia terkulai tanpa sehelai benang yang menutup auratnya. Sedangkan di sisi tubuhnya terdapat setumpuk uang.
"Harus kau ingat, Karta. Tiga minggu lagi kau harus menyiapkan tumbal untuk kujadikan budak di kerajaanku. Bila tidak, maka kau atau isterimu yang akan kuambali sebagai penggantinya....!"
Demikian pesan dedemit itu dengan diakhiri tawanya yang nyaring, hingga menggema ke seluruh sudut kamar.
"Iya, hamba akan berusaha, Ndoro Puteri!" jawab Karta singkat dengan sikap tubuh seolah sedang menghaturkan sembah sujud kepada raja.
"Bagus! Itu artinya saat bulan purnama mendatang kau akan menyiapkan tumbal itu. Sekarang aku akan pergi!" kata iblis penghuni alas itu sambil menyisakan bau amis yang menyengat.
Paginya, mendung tebal bergayut karena matahari enggan memancarkan sinarnya. Suasana jadi lembab dan dingin. Pagi itu Karta dan isterinya sedang bermuram durja di beranda.
Saat itu pula, pintu ruang tamu ada yang mengetuk. Siapa tamu itu? Dia adalah Setyadi, kawan karib Karta sewaktu kecil. Mereka berpisah lebih dari 20 tahun lantaran Setyadi dan keluarganya ikut trasmigrasi ke Lampung.
Mereka pun bercengkerama tentang pengalamannya selama ini. Namun, ada pengalaman pribadi Karta yang tak dibukakannya, terutama perihal asal-usul kekayaan yang dimiliki Karta.
Tapi, lantaran Setyadi cukup berpengalaman dalam masalah gaib, akhirnya pembicaraan Setyadi mulai menggelitik tabir rahasia yang ditutup-tutupi Karta.
"Kang Karta, maaf, sepertinya Akang sedang dirundung bingung. Apa yang Akang risaukan? Padahal hidup berkecukupan." ungkap Setyadi
Yang ditanya tersentak dari lamunannya. Pertanyaan sohibnya itu seakan menusuk relung hati Karta, hingga membuatnya bertambah sedih. Namun, lantaran Setyadi telah Karta anggap saudara kandung akhirnya Karta membuka rahasia pribadinya.
"Secara lahiriah, kehidupanku berkecukupan, tapi secara batiniah saya amat menderita," aku Karta tanpa bisa melanjutkan kalimatnya, tenggorokannya seolah tersedak akibat memendam penyesalan mendalam.
"Jangan kau risaukan perihal tak punya keturunan. Tuhan telah memberimu kesehatan dan kebahagiaan," potong Setyadi.
"Bukan masalah keturunan yang aku cemaskan. Tapi masalah asal-usul harta yang kuperoleh selama ini. Aku harap, kamu dapat menyimpan aib besar ini," ujar karta sambil kedua tangannya menyeka kedua matanya yang tak terasa menitikkan butiran air bening.
"Maksud Akang?" tanya Setyadi. Bingung dan tak mengerti.
"Begini, aku selama ini memuja Pesugihan Blorong. Aku telah menyekutukan Tuhan. Mengingat usiaku semakin tua, ingin aku insaf untuk menjalani hidup baru. Biar sisa hidupku akan kujalani dengan bertaubat kepada Gusti Allah.," tutur Karta sambil lagi-lagi mengusap air matanya.
"Allah Maha Pengampun. Meski agak sulit untuk melepaskan perjanjian-perjanjian dengan iblis, namun atas izin Allah bila kita mau berusaha tentu akan didapat jalan keluarnya. Aku punya kenalan paranormal. Dia bernama Ustadz Zaelani, tinggal di Tasikmalaya. Bila Akang setuju, malam Jum'at mendatang beliau akan kuundang," jelas Setyadi.
Karta merasa sedikit lega mendengar tawaran sahabatnya ini. Sudah barang tentu dia pun menyetujuinya.
Singkat cerita, Ustadz Zaelani datang ke rumah Karta yang megah. Karta pun dengan detil membeberkan perihal kekeliruannya selama ini, dengan disaksikan Suminah dan Setyadi.
Lelaki berbaju koko dan berpeci hitam itu menatap Karta dalam-dalam. Dia lantas berkata, "Kamu berdua masih beruntung. Allah telah memberi rahmat dan hidayah bagi hambaNya, agar tidak berada dalam kesesatan selamanya."
Lantas, lelaki yang janggutnya telah memutih ini menyarankan Karta untuk segera membangun rumah baru di kampung seberang. Rumah itu selanjutnya harus bisa ditempati keluarga Karta sebelum perjanjian dengan dedemit siluman ular.
Petunjuk itupun dilaksanakan Karta. Akhirnya, secara marathon rumah sederhana itu selesai pengerjaannya. Sesuai anjuran Ustadz Zaelani, malam Selasa Kliwon, Karta dan Suminah menempati rumah baru yang hanya berpagar anyaman bambu itu.
Maksud Ustadz Zaelani menyuruh Karta membangun rumah baru dan menempatinya, tak lain dan tak bukan adalah untuk mengelabui siluman ular.
Saat pengambilan tumbul itupun akhirnya tiba. Malam itu, alam seolah telah mengetahui akan adanya huru-hara di kampung halaman Karta. Angin berhembus teramat kencang. Ranting pepohonan beradu satu sama lainnya, menyuarakan simponi keeseraman. Kepak sayap kelelawar berputar-putar seolah mengusung kekejaman, sedang suara lolongan anjing melengking bagai jerit kematian.
Bulan dan bintang seakan enggan menampakkan diri. Mereka bersembunyi di balik awan hitam, seperti tak sudi menyaksikan peristiwa yang akan terjadi. Para penduduk pun merasa lebih aman bila berada dalam rumah. Praktis kampung itu seperti "desa mati".
Langkah selanjutnya, Ustadz Zaelani dan Setyadi menempati rumah Karta yang lama. Setyadi berada di kamar tengah, sedangkan Ustadz menempati kamar yang biasa digunakan ritual oleh Karta.
Dalam kamar, Ustadz berpura-pura tidur lelap dengan ditutupi selimut dari kepala hingga kaki. Tepat pukul 24.00 WIB, angin kencang datang, disusul kemunculan ular besar yang masuk menerobos ruang tamu hingga sampai ke kamar Karta.
Menyadari Karta tak menyambut kedatangannya, ular jejadian ini berkata sambil mengibas-ngibaskan ekornya tanda marah, "Karta, kau tak menyambut kedatanganku, heh?"
Ustadz Zaelani yang berpura-pura sebagai Karta itu tan menjawab. Yang Anda hanya kebisuan. melihat gelagat ini, secepat kilat ekor ular ini menyingkap selimut.
"Bebedah kau, Karta! Kau telah mengelabuiku. Rasakan nanti akibatnya!" pekik sang ular begitu melihat kalau ternyata sosok di balik selimut itu bukanlah Karta. Tubuh ular itu berkelojotan, seperti menahan sakit.
Melihat kesempatan ini Ustadz Zaelani terus menggerakkan tasbih sambil membaca ayat-ayat suci. Ternyata Allah mengabulkan doanya. Cahaya kemerahan mirip bola lampu turun dari angkasa dan persis jatuh di atas bubungan rumah Karta. Apa yang terjadi?
Rumah Karta yang lama itu terbakar. Ustadz Zaelani dan Setyadi bergegas keluar. Sedangkan siluman itu tak dapat menyelamatkan diri karena areal rumah itu telah dipagari secara gaib. Di tengah kobaran api terdengar jerit kesakitan dari ular siluman yang terbakar.
"Tiba saatnya iblis laknat itu menerima hukuman akibat perbuatannya. Allahu Akbar!" ungkap Ustadz Zaelani yang tak pernah henti memutar tasbihnya.
Akhirnya, tubuh ular yang besarnya seperti pohon pinang itu sirna ditelan api.
Sejak kejadian itu, Karta dan isterinya menempati rumah sederhana. Seluruh usaha mereka pun bangkrut. Akhirnya, mereka hidup sangat sederhana.
Karena merasa trauma berat terhdap peristiwa itu, menyebabkan Karta menderita penyakit jantung koroner dan Suminah mengalami sakit tuberkolosis (TBC). Sangat menyedihkan akhir nasib keduanya. Namun, sebelum ajal merenggut mereka, keduanya kini masih berkesempatan untuk beribadat kepada Allah SWT. Semoga, Allah mengampuni dosa-dosa yang telah mereka perbuat.

ARTI TENTANG LAGU LINSIR WENGI YANG DI BILANG PENGHANTAR SETAN



 Penggunaan lagu Lingsir Wengi ini sebagai lagu latar dari film hantu Indonesia membuat makna lagu ini menjadi salah arti, sampai-sampai lagu lingsir wengi ini dianggap sebagai lagu yang bisa mengundang kedatangan mahluk halus jika diputar tengah malam.

Sebenarnya lagu Lingsir Wengi ini biasa dinyanyikan oleh ibu-ibu untuk menidurkan anaknya di kala malam yang sunyi, yang berfungsi agar si anak diberikan perlindungan oleh Tuhan, sedangkan nama lain dari Lingsir Wengi yaitu kidung Rumekso Ing Wengi.



Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan makna lagu lingsir wengi ini:

1. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga yang mempunyai nama kecil Raden Said ini memiliki nama-nama lain seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Beliau lah yang menciptakan lagu atau kidung Lingsir Wengi tersebut. Nama Kalijaga diperoleh karena beliau menyukai berendam di sungai pada saat beliau berada di Cirebon. Namun menurut pengamat lainnya, menyatakan bahwa kata Kalijaga berasala dari bahasa arab yaitu “Qadli Dzaqa” yang berarti penghulu suci kesultanan.

2. Sarana Dakwah
Sunan Kalijaga sangat menyukai kesenian, sehingga beliau memakai kesenian sebagai alat untuk menyebarkan agama Islam pada masa itu. Sunan Kalijaga menggunakan seni ukiran, wayang, gamelan, serta nyanyian dalam dakwahnya. Salah satunya yang beliau gunakan adalah kidung Lingsir Wengi tersebut yang berisi doa kepada Tuhan. Selain itu, ia juga menciptakan baju takwa, perayaan sekatenan di Yogyakarta, dan lain-lain.

3. Lagu Gending Jawa
Sunan Kalijaga menciptakan kidung Lingsir Wengi dengan memakai pakem gending Jawa yaitu Macapat. Pakem Macapat ini terdiri dari 11 macam pakem yang salah satunya yaitu pakem Durma yang dipakai dalam Lingsir Wengi.
Lagu-lagu yang memakai Pakem Durma harus mencerminkan suasana yang keras, sangar, suram, kesedihan, bahkan bisa mengungkapkan sesuatu yang mengerikan dalam kehidupan. Oleh sebab itu, lagu Lingsir Wengi dilantunkan dengan perasaan yang lembut, tempo pelan, dan sangat menyayat hati.

4. Lagu Tolak Bala
Lagu Lingsir Wengi dipakai oleh sunan Kalijaga setelah melakukan solat malam yang berfungsi untuk menolak bala atau mencegah perbuatan makhluk gaib yang ingin mengganggu. 

Selain itu makna lagu tersebut tersirat menyatakan sebuah doa kepada Tuhan seperti yang dinyatakan dalam lirik lagunya :

Lingsir wengi sliramu tumeking sirno
Ojo tangi nggonmu guling
Awas jo ngetoroAku lagi bang wingo wingo
Jin setan kang tak utusi
Dadyo sebarang
Wojo lelayu sebet

Dalam Bahasa indonesia :

Menjelang malam, dirimu akan lenyap
Jangan bangun dari tempat tidurmu
Awas jangan menampakkan diri
Aku sedang dalam kemarahan besar
Jin dan setan yang kuperintah
Menjadi perantara
Untuk mencabut nyawamu
 

Mitos lain seputar lagu lingsir wengi 

Dalam beberapa mitologi jawa yang lain menyebutkan bahwa syair lagu tersebut yang disebut dengan syair durma yang konon dikatakan bisa memanggil kedatangan mahluk halus. 

Durma adalah salah satu pakem lagu dalam Macapat. 

Macapat adalah kumpulan lagu Jawa yang mencakup 11 pakem (Dandhanggula, Mijil, Pocung, Megatruh, Gambuh, Sinom, Maskumambang, Pangkur, durma, Asmarandana, dan Kinanthi). 

Tradisi Macapat ini diperkirakan sudah mulai ada sejak jaman akhir kerajaan Majapahit.
Setiap tembang dalam Macapat mencerminkan watak yang berbeda-beda. durma, disebut sebagai bagian Macapat yang mencerminkan suasana/sifat keras, sangar, dan suram. Bahkan kadang mengungkapkan hal-hal yg angker dlm kehidupan. 

Dalam tradisi Jawa, ada istilah Tembang dolanan (Lagu Mainan). Yang dimaksud adalah lagu yang dipakai untuk ritual permainan magis Jawa. Misal, ada lagu untuk memainkan Jalangkung; ada lagu untuk memanggil roh dlm permainan boneka Ni Thowong; dsb. Ada pula lagu yang dipercaya bisa memanggil buaya di sungai (dari pakem Megatruh), dan oleh orang Jawa sampai saat ini masih menjadi mitos larangan untuk dinyanyikan di sungai.


Tapi untuk lagu-lagu ritual, biasanya tidak berdiri sendiri untuk memfungsikannya. 
Lagu itu dinyanyikan dengan iringan syarat ritual yg lain, yang mana tiap-tiap ritual membutuhkan per-syarat-an atau sesaji-an yang sangat spesifik dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan ritual tersebut. 

Dalam budaya Jawa terdapat lagu lain yang juga sering digunakan untuk memanggil mahluk halus yaitu : 

Sluku-sluku bathok, bathok’e ela-eloSi romo menyang solo, oleh-oleh’e payung munthoMak jenthit lo-lo lobah, wong mati ora obahYen obah medheni bocah…

Pada jaman dahulu, anak – anak Jawa memiliki tradisi dan kebiasaan setiap bulan purnama mereka akan membuat boneka dari keranjang bunga yg habis dipakai untuk  ziarah (seperti Jelangkung). lalu dilengkapi dengan sesaji bunga tujuh rupa, sirih, dan tembakau, kemudian diletakan di pinggiran sungai.
Pada  malam bulan purnama, anak – anak akan mengelilingi boneka itu sambil menyanyikan lagu tadi. Lagu itu dinyanyikan berulang kali sambil memegang boneka, dan konon apa yang terjadi berikutnya adalah Boneka tersebut akan bergerak dengan agresif, seperti yang dikendalikan oleh kekuatan dari luar. Hal itu berarti roh penunggu sungai tersebut telah masuk ke boneka dan mau diajak bermain dengan mereka. dalam permainan tersebut boneka itu harus terus dipegang dan roh boneka itu akan membawa pemegangnya berlari-lari kemana-mana, lalu ini dijadikan permainan kejar-kejaran. dan siapa yang kelelahan akan ditangkap oleh boneka itu lalu dipukul dengan kepala boneka yang terbuat dari tempurung kelapa dengan melalui kekuatan mistis yang merasuki boneka tersebut. Permainan ini dikenal dengan Ni Thowong atau Ninidok.

Dan setelah permainan berakhir maka anak-anak tersebut akan melagukan mantra penanggulangannya. yang berfungsi untuk menghindari efek yang lebih lanjut dari kemunculan mahluk halus tersebut.

Inilah mantra penanggulangannya

Nga tha ba ga ma,
Nya ya ja dha pa,
La wa sa ta da,
Ka ro co no ho. (di baca 7 kali)

Jika diamati, mantra diatas sebenarnya adalah ejaan huruf Jawa tapi disusun terbalik. Itu disebut Caraka Walik, mantra Jawa Kuno untuk menangkal roh jahat.

Senin, 12 Mei 2014

Ketika Sahabat Menjadi Musuh


Pagi itu, Rachel bangun dengan semangat 45.. ia mandi lalu berpakaian, pagi itu dia memakai tank top pink berbalut cardigan warna abu abu dan celana pendek berbahan kain, selesai sarapan ia langsung menelfon sahabatnya, Narry. “Haalooo.. ini siapa yaa” jawab Narry dengan suara ngantuk, “Narry!! Bangunn!! Ini udah siang banget!! Jangan tidur mulu dong!” Teriak Rachel di telfon, “Hoii! Ga usah teriak teriak juga kaleee.. telinga gue bisa pecah denger suara lo yang kayak bariton itu!” teriak Narry yang seketika bangun mendengar teriakan Rachel tadi.. “Okay sis.. sekarang, mending elo mandi, trus temenin gue ke toko buku” balas Rachel yang sudah tidak sabar ingin ke toko buku sejak 1 bulan yang lalu, ia suka hunting novel teenlit.
Ngomong ngomong tentang sahabatnya, Narry suka merebut cowok yang diincar Rachel, tapi rachel tetap merasa itu wajar kalau cowok yang ia taksir cepat lepas dari dia lalu berpindah ke Narry, karena perbedaan antara Rachel dan Narry itu jauh banget. Narry itu langsing, putih, cantik, rambutnya panjang kecoklat-coklatan, matanya coklat, trus anak dance lagi! Sedangkan Rachel? Beratnya 68, ukuran celananya 30, sedikit berjerawat, kulitnya sawo matang, rambutnya sedang rada kecoklat-coklatan, matanya coklat (maaf jika ada yang tersinggung). Antara 2 orang ini, yang sama itu cuma rambut sama matanya.. Selain itu, bertolak belakang..
Sampai suatu saat.. Rachel menyukai salah satu kakak kelasnya yang bernama Dennis.. mereka selisih 1 tahun.. Rachel dan Narry kelas 1 SMA sedangkan Dennis kelas 2 SMA, Dennis itu orangnya cuek tapi romantis, baik, ganteng, ramah, anak basket dan yaaah pokoknya top deh! Udah denger gitu.. Rachel jadi sempet putus asa.. tapi Rachel nggak mau kecolongan lagi kayak dulu.. Kali ini dia tidak memberitahu Narry tentang perasaannya ke Dennis..
1 tahun kemudian.. Rachel masih stuck di Dennis Sekarang Rachel dan Narry kelas 2 SMA sedangkan Dennis kelas 3 SMA.. Semuanya mash berjalan mulus selama 1 tahun sampai suatu hari.. Rachel memberitahu Narry tentang perasaannya ke Dennis karena Rachel merasa tidak ada tempat untuk curhat selain Narry..
Di kantin..
“Ner, sebenarnya aku suka sama Dennis anak IPA 1 kls 12 itu.. Yang anak basket.. Kamu tau kan?” Aku Rachel.. “Aku tau kok.. Yang duduk di meja paling depan itu kan? Dia dari tadi liatin ?ita terus loh” kata Narry.
“Masa? Serius kamu Nar? Jangan bercanda.. Dia nggak mungkin lihat ke sini..” Balas Rachel tak percaya.. “Nggak percaya? Lihat aja sendiri..” Kata Narry dengan bibirnya menunjuk ke arah meja paling depan.. Rachel membelakangi meja depan.. Lalu dia menoleh dan.. DENNIS MELIHAT KE ARAH MERKA TERUS!! Rachel langsung menoleh balik dengan salting…
Sejak saat itu, Rachel dan Dennis jadi lebih dekat dengan bantuan Narry..
Sampai suatu hari Dennis mengajak Rachel ke suatu tempat.. ke sebuah resto yang lumayan terkenal di kota ini.. suasananya romantis sekali.. Malam itu, Rachel tampak cantik dengan mini dress warna soft pink yang dipilihkan oleh mamanya dan rambutnya yang dibiarkan tergerai dengan indah.. “Rachel? Bener kamu Rachel? Bukan putri yang datang dari kayangan?” Goda Dennis yang kaget melihat penampilan Rachel yang keluar dari pintu masuk resto tersebut.. “Ihh.. Kamu.. Lebay deh” balas Rachel dengan tersipu malu..
Setelah memesan makanan, inilah saat yang ditunggu tunggu oleh Dennis.. Tiba tiba Dennis mengeluarkan seikat mawar yang telah dihias dengan indah.. Dennis bersujud di depan Rachel.. Lalu ia berkata “Rachel, sejak pertama aku mengenalmu, aku telah jatuh hati padamu, mataku hanya dapat melihatmu seorang, hatiku hanya untukmu, apakah engkau mau jadi pacarku?” Dennis mengakui perasaannya.. Membuat jantung Rachel tak menentu.. Tapi sebelum Rachel menjawab, ada yang datang dan mengacaukan acara mereka “Tunggu!! Aku juga mncintai Dennis! Dan aku juga ingin bersamanya!” Teriak perempuan cantik itu di depan Rachel.. “Dennis, apakah dirimu di alam bawah sadarmu? Kenapa kau memilih perempuan ini?! Apakah seleramu serendah ini?! Apakah seleramu adalah cewek seperti dia ini? Yang.. yaa kau taulah.. (Maaf jika ada yang tersinggung).” Kata perempuan itu pada Dennis dengan menatap sinis Rachel dari atas sampai bawah. Saat itu juga, tangan kiri Rachel menarik perempuan itu untuk menghadapnya lalu tangan kanannya langsung melayang ke pipi perempuan tersebut. “Dasar! Perempuan tak tau malu kamu Narry!! Dari dulu kamu selalu merebut apapun yang aku mau! Kamu ingat Harry? Cowok yang pernah kuincar dulu.. kamu merebutnya.. Dan kamu ingat Tony? Kamu juga merebutnya! Dan aku memaafkan mu untuk 2 dejavu tersebut! Dan sekarang? Apakah kamu juga mau merebut Dennis dari aku? Kali ini aku tak akan melepaskan Dennis! Dan jangan harap aku akan memaafkan mu atas penghinaan yang secara tidak langsung! Jangan harap aku akan memaafkan mu!!” bentak Rachel pada Narry yang sekarang sudah terdiam mendengar perkataan Rachel..
Rachel langsung menarik tangan Dennis dan pergi meninggalkan restoran tersebut dengan meninggalkan Narry sendirian dengan mata yang berkaca kaca.. Sebelum meninggalkan resto tersebut, Dennis berhenti dan berbalik, lalu berkata “Narry, aku lebih memilih Rachel.. Dan ingat! Walaupun kamu cantik, tapi sifatmu begitu busuknya, kamu akan tampak lebih buruk dari sifatmu itu!” sembur Dennis yang lalu melanjutkan langkah kakinya keluar dari resto tersebut.. Nary langsung jatuh terduduk di tempat sedaritadi dia berdiri.. Sejak saat itu, perang dunia ke-3 mulai berlangsung antara Rachel dan Narry..

SURAT TERAHIR DARINYA


Hembusan angin malam dan suara ombak yang menghantam karang membuat aku terpaku di keheningan malam ini. Kegelapan menutupi diriku dari terangnya cahaya di sudut desa ini. Duduk di tepian pantai sambil mengukir gambaran abstrak di atas halusnya pasir.
Berlibur bersama keluarga boleh dibilang telah menjadi rutinitas bagi keluargaku. Satu bulan sekali pasti orangtuaku mengajak kami untuk berlibur dimana yang kami inginkan. Mungkin ini cara mereka meminta maaf kepada kami. Mungkin juga liburan ini adalah acara dimana kami bisa bertemu mereka secara langsung dan berbicara tentang banyak hal. Pasti kalian bingung apa yang aku maksud dalam perkataanku barusan.
Ayah dan mama adalah seorang dokter di Rumah Sakit yang terkenal di Nusantara ini. Mereka berangkat kerja sangat pagi ketika aku dan adikku belum bangun dari tidur kami dan pulang disaat kami telah tertidur lelap sambil meringkuk merindukan mereka yang dulu, mereka yang ada disaat kami membutuhkan kasih sayang, mereka yang selalu ada disaat kami ingin bertanya dan berbagi tentang banyak hal dan tidak seperti sekarang!. Itulah arti dari kalimatku, Mereka mengajak kami berlibur agar kami bisa memaafkan mereka. Memaafkan mereka karena mereka telah bekerja terlalu sibuk dan kurang memperhatikan kami. Mereka hanya sibuk dengan urusan masing-masing, mereka sibuk dengan pekerjaan mereka dan tidak memikirkan kebahagiaan anak-anaknya, bisa dibilang mereka terlalu sibuk sampai-sampai tak ada waktu untuk kami kecuali disaat liburan ini. Berbagai perasaan aku rasakan sekarang, perasaan kesal, perasaan benci, perasaan menyesal memiliki orangtua seperti mereka. Mungkin bagi Reza adikku yang baru berumur 5 tahun belum mengerti keadaan ini maklum anak kecil yang tak tahu apa-apa tentang masalah orang dewasa.
Batu-batu koral yang berada di sekitar ku, aku lambungkan ke tengah laut sana melampiaskan kekesalan, amarah dan penyesalan yang aku rasa saat ini. Air mata mengalir dari asalnya dan menetes di kesunyian malam ini. Menekukkan kedua kaki sambil menaruh kepalaku di atasnya dan terus menangis sebagai hal yang aku lakukan untuk mengeluarkan amarah dalam diri ini.
Suara kicauan burung membuat aku terbangun dari malamku yang dihiasi amarah. Tiba-tiba aku terbangun dan merasa tak asing lagi dengan tempat ini. Yang jelas tempat yang berbeda ketika aku tak sengaja tertidur semalam. Aku baru ingat ini vila keluarga kami yang ada di pinggir pantai. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku. Aku melangkah mencapai pintu kamarku untuk membukakan pintu, ternyata ayah yang mengetuk pintu kamarku. Ayah menanyakan keadaanku tapi aku hanya diam tak menanggapinya tiba-tiba mama muncul dari balik tirai yang menghubungkan ruang keluarga dengan ruang makan dan bertanya kenapa aku aku bisa tertidur di tepi pantai. Mereka bilang Kang Herman yang menemukan aku disana dan mengendongku kembali ke Vila ini. Kukira mereka yang membawaku kesini aku sangat kecewa kepada mereka. Sebenarnya apa sih yang mereka lakukan semalam apakah mereka masih mengerjakan pekerjaan mereka sampai-sampai tak sadar bahwa aku sedang tidak ada di Vila. Apakah mereka tak khawatir dengan keadaan anaknya bila terjadi apa-apa? apa mereka tak peduli lagi dengan ku?. Sungguh rasa kecewa kembali menyelimuti perasaan ini. Aku hanya dapat memendam rasa ini, aku hanya menahan linangan air mata yang ingin menetes.
Segala pertanyaan dari mereka aku hiraukan tak ada yang aku tanggapi. Aku menatap mata mereka dengan tatapan yang penuh dengan kemarahan, mereka hanya mengernyitkan dahi ketika aku menatap mereka. Apakah mereka masih tak menyadari bahwa aku sangat kecewa kepada mereka yang terlalu sibuk?. Aku langsung bergegas pergi menuju meja makan dengan menahan amarah. Aku duduk di kursi meja makan sambil mengambil nasi dan lauk pauk. Mereka duduk di depanku tapi aku tak mengaggap kalau mereka ada di depanku. Aku makan seperti orang yang sangat kelaparan. Nasi berserakan dimana-mana, suara sendok yang mengenai piring kaca terdengar sangat jelas dan hal itu kulakukan terus menerus sampai mereka akan menegurku. Tiba-tiba ayah naik darah melihat perlakuanku tapi ibu melarangnya dan menyuruhnya untuk duduk lagi. Ibu memarahiku dengan lembut tapi tetap saja hatiku tidak luluh bahkan aku makin menjadi-jadi. Kali ini ayah naik darah lagi ia tak segan-segan memarahiku di depan adikku yang masih kecil sampai-sampai Reza menangis melihat pertengkaran kami.
Sungguh aku tak bisa menahan ini lagi aku sudah sangat kecewa dengan perlakuan mereka. Disaat ayah memarahiku tiba-tiba handphone ayah berbunyi ayah buru-buru mengangkat telpon tersebut ternyata itu adalah perawat yang bekerja di rumah sakit tempat ayah dan mama bekerja. Perawat tersebut memberi tahu kepada ayah dan mama bahwa ada pasien yang harus segera dioperasi. Setelah mendapat telpon tersebut mereka sepertinya akan bersiap-siap menuju rumah sakit. Disanalah puncak kemarahanku. Aku membanting piring ke lantai hingga piring itu pecah berantakan. Mereka serentak kaget melihat perbuatan ku itu. “kalian akan pergi bekerja lagi? Kalau begitu silakan tak usah lagi mengurusi anak-anakmu ini biar saja kami hidup sesuka hati kami, ini waktu untuk keluarga kita berlibur ayah ..mama.. bisa tidak kalian luangkan waktu kalian sedikit saja untuk kami biar kami dapat merasakan kasih sayang dari orangtua, agar kami dapat merasakan apa yang teman-teman kami rasakan, mendapatkan kasih sayang penuh dari orangtuanya” aku hanya bisa berkata seperti itu kepada mereka sambil menangis tersedu-sedu. Aku berlari dari ruangan tersebut dan meninggalkan vila tersebut. Aku berlari sekuat tenaga ke tempat yang sejauh mungkin. Aku memilih berlari menaiki bukit aku terus berlari untuk pergi meninggalkan mereka.
Aku lelah sungguh lelah berlarian sekuat tenaga tanpa ada energi yang mencukupi. Di atas bukit aku duduk di sebuah batu besar yang menghadap pemandangan yang sungguh luar biasa, aku termangu melihat ciptaan dari tuhan yang ini. Pemandangan pantai dan perbukitan sungguh menakjubkan. Tiba-tiba ponsel ku bergetar dari kantong celana. Aku melihat siapa yang menelpon, ternyata mama. Perasaan marah kecewa mulai muncul lagi ke dalam benakku ini padahal baru saja aku sekejap melupakannya. Aku melempar ponselku sejauh mungkin dengan sekuat tenaga. “aku benci punya orangtua seperti kalian, aku tidak mau menjadi anak kalian, pekerjaan dan pekerjaan selalu dinomor satukan sedangkan anak kalian? Kalian telantarkan begitu saja kan…” kalimat itu aku lontarkan aku ingin semua yang ada di sekitarku tahu bahwa aku ini marah, aku kecewa kepada orangtuaku, aku ingin mereka memperhatikan anak-anaknya bukan hanya memperhatikan pekerjaan saja. Aku menangis lagi sekencang-kencangnya hingga aku merasa lemas.
Tiba-tiba kepalaku dilempar kelikir yang entah datang dari mana. Aku mencari siapa yang melemparnya dengan perasaan kesal. Enak saja dia melempar kerikil ke kepalaku memangnya ia siapa berani-beraninya orang itu. Seorang gadis muncul dari balik batang pohon besar yang ada di belakang batu besar itu. Aku serentak kaget melihatnya karena aku tak tahu dia itu siapa dan tiba-tiba muncul seperti itu. “siapa kau? seenak-enaknya saja melempar kepalaku, apa aku punya salah dengan mu?” bentakku kepada gadis tersebut. “kau ada salah denganku, kau telah membangunkanku, sungguh berisik sekali sampai-sampai aku tak tidur dengan tenang” balasnya dengan membentak juga. Aku mengalah karena aku sadar bahwa aku memang salah telah menganggu tidurnya. Aku meminta maaf kepada gadis tersebut untung saja gadis tersebut memaafkanku.
Gadis tersebut mendengar apa yang telah aku teriakkan tadi. Mendengarkan apa saja yang telah aku katakan tadi tentang aku benci kepada orangtuaku, telah menyesal menjadi anak mereka dan tidak mau memiliki orangtua seperti mereka. Air mata tak dapat lagi aku pendam, aku menangis lagi kali ini di hadapan gadis yang baru saja aku kenal.
Gadis itu mengelus-ngelus punggungku menyabarkanku dan membuatku menjadi tenang sedikit. Namanya Naya. Gadis mungil yang mempunyai wajah oriental. Gadis ini memang keliatan cuek tapi aku merasa ada sesuatu hal yang membuat ia tidak bersikap seperti itu kepadaku. “aku telah lama merasakan apa yang engkau rasakan” tak sengaja aku terdengar ucapan itu dari bibir mungilnya itu. Benar tebakanku, aku merasa Naya telah mengalami hal seperti yang aku rasakan saat ini dan ternyata itu benar. Ternyata Naya telah lama tinggal sendirian di bukit ini, ia tinggal di sebuah pondok dekat dari sini rupanya. Naya juga pergi meninggalkan orangtuanya yang terlalu sibuk di dunia bisnis. Naya memilih jalan ini karena ia rasa memilih jalan pergi meninggalkan keluarga dan hanya berdiam diri di rumah sendirian sama saja. Tapi di bagian cerita inilah yang entah mengapa sampai-sampai membuat Naya mengeluarkan air mata. Orangtua Naya berusaha mencari Naya namun disaat proses pencarian Naya orangtuanya malah terjatuh dari atas bukit dan menyebabkan mereka meninggal dunia. Disaat itu Naya merasa sangat menyesal mengapa ia meninggalkan orangtuanya jika ia tahu bakal terjadi kejadian ini Naya pasti lebih memilih untuk sendirian di rumah dari pada orangtuanya meninggal. Namun takdir tak bisa diubah dan akan terus berjalan. Naya hanya bisa terpukul saat itu. Oom dan tantenya Naya berusaha membawa Naya pulang namun Naya tak mau karena dengan alasan ia ingin menenangkan diri sejenak. Tepat seminggu yang lalu kejadiannya. Disana hati Naya sangat terpukul. Naya merasa dialah yang telah membunuh orangtuanya sendiri. Orangtuanya meninggal disaat mencari keberadaan dirinya. Naya menceritakan kronologis kejadian tersebut disana lah aku mulai merasakan tubuhku menjadi dingin dan terdiam. Ia sangat sedih dan terpuruk. Menyesal adalah hal yang pertama dirasakannya dan Naya tak mau aku merasakan hal yang sama seperti dirinya. “kembalilah, temuilah dan meminta maaf kepada mereka, mereka tidak salah, mereka sebenarnya bingung bagaimana mengatur waktu dengan kalian. Tolong hilangkan egomu untuk saat ini Nayla, apa kau mau mengalami nasib sepertiku dan merasakan penyesalan seumur hidup?” ucapnya kepadaku. Aku bingung harus bagaimana aku memang kesal kepada mereka tapi aku tak mau kekesalan itu membuat aku kehilangan mereka. “ya benar, aku tak mau meskipun aku marah kepada mereka tapi aku masih ingin menghabiskan hidup ku dengan mereka” jawabku dengan hati yang gelisah. “kalau begitu kembalilah, secepatnya sebelum hal yang sama terjadi” ungkap Naya dengan nada yang sangat dalam.
Aku pun bergegas berlari turun dari bukit itu. Aku baru teringat jika aku meninggalkan Naya begitu saja. Aku pun berbalik badan dan bilang padanya kalau aku berjanji akan kembali lagi kebukit ini dan menemui dirinya lagi besok.
Senja pun menghiasi perjalananku untuk kembali ke Vila. Aku tak tahan untuk segera kembali ke Vila. Aku ingin menemui mereka meminta maaf kepada mereka atas ke egoisanku selama ini. Tibalah aku di rumah, pintu vila seperti biasa selalu tertutup. Hanya ada Kang Herman yang sedang memotong rumput di depan vila. Kang Herman terkejut melihat kedatangan ku. Ia memberi tahu bahwa ayah dan mama sedang pergi ke rumah sakit karena ada pasien yang segera dioperasi. Saat kondisi seperti ini aku boleh saja marah tapi itu jika aku berfikir menggunakan ego. Untuk saat ini aku tak mau mengambil tindakan dengan memakai ego oleh sebab itulah aku memilih menunggu di dalam rumah untuk menanti kedatangan mereka.
Azan maghrib pun berkumandang aku terbangun dari tidurku walau sebentar tapi bisa membuat hatiku sedikit tenang. Aku menggerakkan badan untuk bangkit lalu menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. “ya allah maafkan lah hambamu ini ampunkan lah dosa hambamu ini, ya allah lindungilah kedua orangtuaku dalam perjalan mereka menuju vila, ya allah semoga ayah dan mama bisa memafaakan kesalahan Nayla. Amin” kalimat demi kalimat doa, aku curahkan kepada allah di akhir sholat, aku berdoa sepenuh hati, ketulusan, keikhlasan aku limpahkan sepenuhnya. Tiba-tiba terdengar suara mobil memasuki garasi. “Itu pasti mama dan ayah” besitku dalam hati. Mereka pun mengetuk pintu vila, dengan perasaan legah atas keselamatan mereka, aku membukakan pintu. Ayah dan Mama kaget melihat aku, mereka meminta maaf jika mereka tidak mencariku ke bukit tadi siang. Mama dan ayah lansung memelukku sampai-sampai aku sesak untuk bernafas. “mama dan ayah tega sampai-sampai tidak mencari Nayla, tapi tidak apa-apa toh sekarang Nayla sudah pulang lagi. maafin nayla juga ya ayah.. mama.. Nayla menyesal melakukan itu, Nayla takut mama dan ayah kenapa-napa jika harus mencari Nayla tadi” kuungkapakan segala kalimat yang telah aku susun jika akan bertemu dengan mereka. Mereka bingung mengapa aku takut jika mereka mencariku ke bukit tadi, akhirnya aku pun menjelaskan segala yang aku alami, tentang Naya pun aku ceritakan. Gadis itulah yang membuat aku kembali lagi ke vila ini. Dialah gadis yang membuat aku sadar akan kerasnya egoku.
Besok aku berencana untuk mengajak keluarga ku menemui Naya di atas bukit sana mereka merasa Iba kepada Naya atas musibah yang dialaminya. Aku pun segera bersiap-siap untuk pergi ke alam mimpi, aku terlelap dan menikmati indahnya hidup ini. Walau segala masalah datang tapi akhirnya akan berujung pada penyelesaian, dan itulah sebagian dari jalan hidupku.
Kicauan burung kembali membangunkan ku, jendela dan gordeng yang telah terbuka membuat suasana pinggir pantai sangat terasa, angin pagi yang sejuk ditambah sinar matahari pagi membuat aku ingin tidur lebih lama lagi namun aku ingat kalau hari ini aku akan mengunjungi Naya.
Aku pun bergegas siap-siap, mandi dan memakai pakaian, semuanya telah aku lakukan dan saatnya untuk mengisi perutku yang dari kemarin telah menunggu makanan-makanan. Saat membuka tudung nasi aku terkejut tak ada satu pun makanan yang tersedia. Tiba-tiba dari halaman depan mama memanggilku dan memberi tahu jika ia telah menyiapkan semuanya, sarapan telah ia siapkan di dalam mobil. Mama memang sengaja berbuat seperti itu agar kami bisa sarapan bersama-sama dengan Naya. Ayah telah siap untuk menyetir mobil ke bukit. Ia telah membusungkan dadanya itu menujukkan bahwa dia telah siap dan ingin segera pergi menemui Naya. Ayah penasaran mana gadis yang telah membuat aku menjadi begini sekarang dulu yang selalu berfikir memakai ego kini tidak lagi.
Mobil pun meluncur menuju bukit “Naya aku datang” besitku dalam hati. Suasana perbukitan di pagi hari mungkin kalian tahu rasanya. Sinar matahari dan udara yang sejuk bagai menemaniku di perjalanan kali ini. Tibalah kami di atas bukit. Aku berlari menuju tempat dimana aku pertamakali bertemu dengan Naya tapi aku merasa aneh. Banyak polisi yang berdatangan di tempat ini seperti sedang mengintrogasi kasus saja. Aku mulai kebingungan sebenarnya apa yang terjadi. “permisi pak apa yang terjadi?” rasa penasaran telah menyelimuti pikiranku saat itu. Salah satu pak polisi pun memberi informasi apa yang terjadi, iya berkata bahwa ada seorang perempuan yang bunuh diri disini, ia melompat ke dalam jurang dan mayatnya ditemukan warga sekitar bukit. Aku berdecak kaget apakah itu Naya. Setauku yang tinggal di bukit ini hanya Naya seorang.
Aku berlari meninggalkan keluargaku, aku menuju batu besar tempat aku pertama kali bertemu dengan Naya. Aku berteriak memanggil namanya namun Naya tak menjawab. Akhirnya aku sampai di batu besar itu, disana aku menemukan sepucuk surat. Aku membuka surat itu dengan tangan yang bergetar dan saat kubaca “Nayla ini aku Naya, mungkin ketika kau kesini lagi kau tak dapat bertemu lagi dengan ku, maaf aku telah memilih jalan yang salah bagimu namun itu jalan yang benar bagiku, aku telah menyusul kedua orangtuaku ke surga, sampai jumpa Nayla semoga kita bisa bertemu lagi” air mata pun tak dapat aku bendung lagi. Teman yang aku temukan hanya satu kali ini telah membuat perubahan pada hidupku tapi aku tak dapat membalas jasanya. Aku pun terjatuh dan terduduk di rerumputan, orangtuaku memelukku dan menabahkan hatiku. Mereka telah tahu bahwa itu Naya karena mereka tadi bertanya kepada salah satu warga sekitar.
Selamat tinggal Naya terimakasih atas bantuanmu. Semoga kita bisa bertemu lagi untuk dikehidupan kedua nanti. Aku pun membalikkan badan untuk melihat tempat dimana aku dan Naya pernah bercerita yang pertama dan terakhir kalinya. Aku melihat sosok Naya di antara pepohonan sambil melambaikan tangannya kepadaku dan kubalas dengan senyuman.
THE END

HIDUP HANYA 6 JAM






Ada pasangan suami isteri yang sudah hidup beberapa lama tetapi belum mempunyai keturunan. Sejak 10 tahun yang lalu, sang istri terlibat aktif dalam kegiatan untuk menentang ABORSI,karena menurut pandangannya, aborsi berarti membunuh seorang bayi.


Setelah bertahun-tahun berumah-tangga, akhirnya sang istri hamil, sehingga pasangan tersebut sangat bahagia. Mereka menyebarkan kabar baik ini kepada famili, teman-teman dan sahabat-sahabat, serta lingkungan sekitarnya. Semua orang ikut bersukacita dengan mereka. Dokter menemukan bayi kembar dalam perutnya, seorang bayi laki-laki dan perempuan. Tetapi setelah beberapa bulan, sesuatu yang buruk terjadi. Bayi perempuan mengalami kelainan, dan ia mungkin tidak bisa hidup sampai masa kelahiran tiba. Dan kondisinya juga dapat mempengaruhi kondisi bayi laki-laki. Jadi dokter menyarankan untuk dilakukan aborsi, demi untuk sang ibu dan bayi laki2 nya.


Fakta ini membuat keadaan menjadi terbalik. Baik sang suami maupun sang istri mengalami depresi. Pasangan ini bersikeras untuk tidak menggugurkan bayi perempuannya (membunuh bayi tersebut), tetapi juga kuatir terhadap kesehatan bayi laki-lakinya. “Saya bisa merasakan keberadaannya, dia sedang tidur nyenyak”, kata sang ibu di sela tangisannya. Lingkungan sekitarnya memberikan dukungan moral kepada pasangan tersebut,dengan mengatakan bahwa ini adalah kehendak Tuhan.



Ketika sang istri semakin mendekatkan diri dengan Tuhan, tiba-tiba dia tersadar bahwa Tuhan pasti memiliki rencanaNya dibalik semua ini. Hal ini membuatnya lebih tabah. Pasangan ini berusaha keras untuk menerima fakta ini. Mereka mencari informasi di internet, pergi ke perpustakaan, bertemu dengan banyak dokter, untuk mempelajari lebih banyak tentang masalah bayi mereka. Satu hal yang mereka temukan adalah bahwa mereka tidak sendirian. Banyak pasangan lainnya yang juga mengalami situasi yang sama, dimana bayi mereka tidak dapat hidup lama. Mereka juga menemukan bahwa beberapa bayi akan mampu bertahan hidup, bila mereka mampu memperoleh donor organ dari bayi lainnya. Sebuah peluang yang sangat langka. Siapa yang mau mendonorkan organ bayinya ke orang lain ? Jauh sebelum bayi mereka lahir, pasangan ini menamakan bayinya, Jeffrey dan Anne. Mereka terus berdo’a kepada Tuhan. Pada mulanya,mereka memohon keajaiban supaya bayinya sembuh. Kemudian mereka tahu, bahwa mereka seharusnya memohon agar diberikan kekuatan untuk menghadapi apapun yang terjadi, karena mereka yakin Tuhan punya rencanaNya sendiri.


Keajaiban terjadi, dokter mengatakan bahwa Anne cukup sehat untuk dilahirkan, tetapi ia tidak akan bertahan hidup lebih dari 2 jam. Sang istri kemudian berdiskusi dengan suaminya, bahwa jika sesuatu yang buruk terjadi pada Anne, mereka akan mendonorkan organnya. Ada dua bayi yang sedang berjuang hidup dan sekarat, yang sedang menunggu donor organ bayi. Sekali lagi, pasangan ini berlinangan air mata. Mereka menangis dalam posisi sebagai orang tua, dimana mereka bahkan tidak mampu menyelamatkan Anne. Pasangan ini bertekad untuk tabah menghadapi kenyataan yg akan terjadi.


Hari kelahiran tiba. Sang istri berhasil melahirkan kedua bayinya dengan selamat. Pada momen yang sangat berharga tersebut, sang suami menggendong Anne dengan sangat hati-hati, Anne menatap ayahnya, dan tersenyum dengan manis. Senyuman Anne yang imut tak akan pernah terlupakan dalam hidupnya. Tidak ada kata-kata di dunia ini yang mampu menggambarkan perasaan pasangan tersebut pada saat itu. Mereka sangat bangga bahwa mereka sudah melakukan pilihan yang tepat (dengan tidak mengaborsi Anne), mereka sangat bahagia melihat Anne yang begitu mungil tersenyum pada mereka, mereka sangat sedih karena kebahagiaan ini akan berakhir dalam beberapa jam saja. Kakak Anne, Jeffrey Pun menangis…


Sungguh tidak ada kata-kata yang dapat mewakili perasaan pasangan tersebut. Mungkin hanya dengan air mata yang terus jatuh mengalir, air mata yang berasal dari jiwa mereka yang terluka..

Baik sang kakek, nenek, maupun kerabat famili memiliki kesempatan untuk melihat Anne. Keajaiban terjadi lagi, Anne tetap bertahan hidup setelah lewat 2 jam. Memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi keluarga tersebut untuk saling berbagi kebahagiaan. Tetapi Anne tidak mampu bertahan setelah enam jam…..


Para dokter bekerja cepat untuk melakukan prosedur pendonoran organ. Setelah beberapa minggu, dokter menghubungi pasangan tersebut bahwa donor tersebut berhasil. Dua bayi berhasil diselamatkan dari kematian. Pasangan tersebut sekarang sadar akan kehendak Tuhan. Walaupun Anne hanya hidup selama 6 jam, tetapi dia berhasil menyelamatkan dua nyawa. Bagi pasangan tersebut, Anne adalah pahlawan mereka, dan sang Anne yang mungil akan hidup dalam hati mereka selamanya…


SESUNGGUHYA, tidaklah penting berapa lama kita hidup, satu hari ataupun bahkan seratus tahun. Hal yang benar-benar penting adalah apa yang telah kita lakukan selama hidup kita, yang bermanfaat bagi orang lain.